Tampilkan postingan dengan label Peternakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peternakan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 22 Februari 2009

RUU peternakan Memotong sapi betina produktif dipidana.

Saat saya membaca koran Kompas hari sabtu kemarin ada salah satu kolom berita yang berisi tentang peternakan yang didalamnya memberikan informasi bahwa memotong ternak ruminansia betina produktif dapat terkena sanksi pidana. Ketentuan tersebut tertuang dalam rancangan undang-undang peternakan dan kesehatan hewan.
Dalam pasal 87 RUU peternakan dan kesehatan hewan disebutkan, “setiap orang yang menyembelih ternak ruminansia yang masih produktif sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 5 juta dan paling banyak Rp. 50 juta.
Menurut Dirjen Peternakan Departemen Pertanian Tjeppy D Soedjatna, bahwa materi yang tertuang dalam RUU Peternakan dan kesehatan hewan itu untuk mencegah semakin berkurangnya ternak ruminansia didalam negeri. Mengapa hal tersebut perlu dilakukan karena menurut data yang ada bahwa populasi sapi potong di Indonesia terus menurun karena laju pertumbuhan populasi lebih lambat dari kebutuhan. Jumlah kelahiran anak sapi per tahun rata-rata sebesar 1,7 juta ekor, sedangkan kebutuhan sapi potong 2,1 juta ekor. Saat ini populasi sapi potong 10,5 juta-11 juta ekor. Selain itu saat ini Indonesia masih mengimpor sapi potong karena untuk memenuhi kebutuhan.
“Tentunya bila RUU tersebut sudah disepakati menjadi UU maka perlu adanya sosialisasi kepada pemangku kepentingan ternak ruminansia dan diharapkan para stakeholder akan memberikan informasi kepada masyarakat”. Menurut Dirjen Peternakan. Saya juga setuju dengan RUU tersebut, karena tentunya diharapkan dengan adanya rancangan tersebut akan dapat meningkatkan populasi ternak ruminansia dan juga memberikan informasi kepada masyarakat terutama peternak sehingga tidak memotong ternak betina yang sedang produktif.

Sabtu, 21 Februari 2009

Obat Tradisional Berpotensi Tanggulangi Flu Burung

Obat tradisional herbal Indonesia, atau jamu, bersifat preventif. Ini memberikan kesempatan mengurangi penyebaran virus flu burung. Sebuah peluang untuk industri kesehatan?Obat herbal yang berasal dari berbagai tumbuhan, diyakini bisa menjadi solusi atas wabah flu burung. Pasalnya sifat obat-obatan tersebut cenderung mempertahankan kondisi kesehatan seseorang. “Obat herbal yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki potensi untuk mencegah penyebaran flu burung,” ujar Direktur Pengawasan Obat dan Makanan (POM), HM Sampoerno, pada sebuah semiloka yang diadakan di Cipayung, akhir minggu lalu. Menurut Sampoerno, hal ini bisa terjadi lantaran sifat obat tersebut yang cenderung preventif atau mencegah. “Sekarang ini cara terampuh untuk me nangkal flu burung menyebar, adalah dengan mempertahankan kondisi fisik sebaik-baiknya.” Pernyataan ini sebenarnya senada dengan pendapat ahli epidemiologi dari FKM UI, Prof Dr Nunung Masjkuri. Menurutnya, cara terbaik menanggulangi wabah flu burung ini adalah dengan menjaga daya tahan tubuh. “Virus bisa dengan mudah masuk ke tubuh yang dalam kondisi tidak sehat,” ucapnya (SH/22/9/2005).Untuk itu, masyarakat harus selalu menjaga kesehatan dengan mengonsumsi vitamin atau tidak membiarkan tubuh dalam kondisi terlalu lelah. Begitu ada gejala sakit seperti flu atau batuk, sebaiknya segera ke dokter. Menangkal Berarti yang diperlukan untuk menanggulangi wabah ini, sebenarnya mudah saja, yaitu dengan mencegah segala potensi yang mungkin menimbulkan flu. Hal ini dapat diimplementasikan dengan cara mencegah masuknya virus tersebut ke dalam tubuh dan menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencapai keinginan tersebut adalah dengan mengonsumsi berbagai obat atau ramuan, yang memang bertujuan mempertahankan kondisi tubuh. “Salah satunya, obat tradisional kita. Obat-obatan tersebut mengandung banyak unsur yang berasal dari tumbuhan alami, seperti temulawak, kunyit dan lainnya,” tambah Sampoerna. Hal ini juga diamini Dr drh CA Nidom MS, pakar kesehatan dari Universitas Airlangga (Unair) pada kesempatan berbeda. Menurutnya, upaya pencegahan dan penanggulangan virus flu burung sebenarnya tidak sulit. Tidak perlu pula sampai menerapkan teknologi yang tinggi, seperti yang selama ini diperkirakan masyarakat dan kalangan kedokteran. Menurut dia, virus flu burung yang selama ini menyebar, merupakan jenis virus yang sangat peka dengan seluruh jenis disinfektan, termasuk juga bio-disinfektan. “Sehingga cukup dengan pengobatan herbal, sebenarnya virus tersebut dapat hancur,” ucapnya. Semua unsur tersebut sebenarnya dapat ditemukan pada tumbuhan obat seperti lidah buaya, kunyit, dan temu lawak. “Temu lawak dan kunyit bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman, guna mencegah peningkatan konsentrasi sitokin dalam tubuh akibat infeksi virus AI dengan subtipe H5N1,” ujarnya. Hal ini menurutnya efektif, mengingat kandungan curcuma yang ada pada keduanya berpotensi sebagai inhibitor terhadap sintesis sitokin.

Page Rank

Check Page Rank of any web site pages instantly:
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service